ISTIMEWA! RUMAH TRADISIONAL SUKU BAJO
Indonesia,
merupakan negara dengan ribuan pulau didalamnya. Memiliki sejuta pesona yang
mampu menghipnotis mata wisatawan dari segala penjuru dunia. Mampu memukau
dengan keindahan dari keberagaman yang terdapat di dalamnya. Untuk kritik arsitektur
terhadap bangunan pesisir maka saya akan membahas mengenai rumah tradisional
dari suku Bajo.
Sebuah suku
yang terdapat di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Menetap di wilayah ini semenjak abad ke XVI. Mereka
termasuk suku bangsa Proto Malayan yang datang ke wilayah Asia Tenggara ini
sejak 2000 tahun Sebelum Masehi. Berasal dari daerah China Selatan, mereka
sempat bermukim di daratan Indochina dan bermigrasi ke daerah Semenanjung
Malaysia dan akhirnya menyebar ke seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk ke
wilayah mereka sekarang ini di Sulawesi Tenggara. Selain di Sulawesi Tenggara,
pemukiman orang Bajo juga banyak di daerah-daerah lain di Sulawesi.
Suku Bajo
disebut sebagai pelaut ulung sebab masyarakat suku Bajo gemar mengarungi laut
nusantara. Nama Bajo diambil dari leluhur mereka yang pandai melaut dan
bercocok tanam. Mereka hidup berdampingan dan tak terpisahkan dengan laut. Nama
Bajo dikenal dengan air laut, perahu dan hidup diatas permukaan air laut.
Masyarakat suku
Bajo terbagi dua yakni Bajo daratan dengan rumah- rumah yang didirikan diatas karang
yang telah mati dan disusun menjadi seperti daratan dan Bajo laut yang
mendirikan rumahnya diatas permukaan air laut.
Karakteristik
dari rumah Bajo
Tipologi rumah
tradisional suku bajo berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang. Kemudian atap
berbentuk limasan atau pelana yang umumnya menggunakan atap rumbia atau seng.
Dinding
dan lantai rumah terbuat dari papan kayu namun masih banyak rumah suku Bajo
yang menggunakan daun silar, pelepah sagu nan enau sebagai dinding.
Rumah
masyarakat suku Bajo berbentuk panggung yang terbuat dari kayu baik sebagai
pondasi hingga badan rumah tadisional suku Bajo. Mereka menggunakan kayu lokal sebagai
bahannya seperti kayu pingsan, besi, kerikis, togoulu, kalakka dan manjarite
dengan pemakaian berbentuk kayu bulat yang masih mempunyai kulit dengan ukuran
berdiameter antara 15 sampai dengan 25 cm.
Terciptanya
bentuk arsitektur rumah Bajo dilatarbelakangi oleh suatu budaya, yaitu Budaya
Appabolang. Dimana dalam budaya ini, terdapat prinsip-prinsip yang harus
dipenuhi dalam pembuatan rumah Bajo.
• Ulu (
Kepala )
Sebagai
tempat yang teratas karena melambangkan kesucian.
• Watang (
Badan )
Melambangkan
suatu penghidupan sejati yang harus dilindungi.
• Aje ( Kaki
)
Merupakan
tempat kotor yang dipenuhi oleh roh jahat yang berfungsi untuk melindungi
watang.
Didalam rumah Bajo dibagi menjadi tiga ruang, yakni ruang Lego-lego sebagai teras, Watangpola
yaitu badan rumah dengan Pocci Bola sebagai pusat rumah untuk berkumpul dan
mengadakan upacara serta Dapureng sebagai dapur. Mereka juga percaya arah barat
sebagi kiblat dan suci tidak boleh digunakan sebagai tempat yang kotor seperti
toilet. Anak tangga juga harus berjumlah ganjil, bila syarat ini tidak dipenuhi
maka akan menyurutkan rezeki masuk kedalam rumah.
Dalam pembuatan
rumah tradisional Bajo, masyarakat suku Bajo masih memegang teguh pakem dan
mengadakan upacara adat setiap kali mendirikan rumah. Karena dalam kepercayaannya
ada hari baik dalam mendirikan sebuah rumah.
Rumah tradisional
suku bajo dibagi menjadi tiga tipe dengan berbagai ukuran. Mulai dari tipe
kecil dengan 2 – 3 ruang didalamnya dengan bahan bangunan dari atap rumbia dan dinnding
dari daun silar. Kemudian tipe sedang dengan 3-4 ruang didalamnya dengan atap
dari rumbia dan dinding kayu, serta tipe besar dengan ruang lebih dari empat
dengan atap seng dan dinding terbuat dari kayu olahan.
Disinilah bagaimana
kebudayaan dan penyesuaian terhadap lingkungan berpengaruh terhadap arsitektur.
Awalnya masyarakat suku Bajo datang dari bagian China Selatan, kemudian
menyebar di beberapa kepulauan baik di Indonesia, Malaysia, hingga Filipina. Mereka
pun mendiami pulau pulau tersebut dan membangun pemukiman baik dipesisir maupun
di daratan. Kemudian masyarakat suku Bajo mendirikan hunian di pesisir atau di
atas permukaan air laut. Rumah suku Bajo dibuat terapung dengan dasar batu
karang yang telah mati dan pondasi terbuat dari kayu berdiameter 15cm hingga 25
cm.
Hunian
masyarakat suku Bajo menyesuaikan landskap pantai yang ditinggali. Hidup
berdampingan dengan laut dan menggunakan bahan material dari alam memberikan
kesan yang menyatu dengan alam. Penggunaan orientasi yang tepat serta
penyususan ruang yang baik membuat dampak positif kepada penghuni terutama pada
bagian teras dengan view hamaran laut lepas yang biru. Semoga desain rumah suku
Bajo ini dapat menginspirasi. Terima kasih.
Sumber :
http://auteurdelaction.blogspot.co.id/2014/07/suku-bajo-arsitektur-sosial.html
Pict :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8eFiNb0oTPqXwiM0AMEwRQXGdTnasjjX5KErhyphenhyphenl0fcMSCnc7M_fjbIhX57q1kra2nQ5seQaFAEyr-FIyFRwQzLZmRAxfFoUw6H2K53TFUJc0PQHKKPel7ji7I2uOW1NYGqhkrplqfBfQ/s1600/2a296eeb16f102b862c54b9c2353c8b9_bajo2.jpg
Komentar
Posting Komentar