Kritik
Arsitektur Terhadap Bangunan ‘Gedung Bank BNI 46’ Titik Nol Yogyakarta
Kawasan
Titik Nol berada di pusat Kota Yogyakarta. Sebuah kawasan yang menjadi salah
satu tempat wajib bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta.
Perannya
sebagai pusat heritage di Kota Yogyakarta menjadikan kawasan Titik Nol sebagai
cagar budaya dengan arsitektur Indis didalamnya. Bentuk bangunan yang tetap dipertahankan
menciptakan kesan yang kental pada zamannya hingga kini walaupun, dewasa kini
beberapa bangunan beralih fungsi menyesuaikan perkembangan zaman.
Pada awalnya
kawasan titik nol dikenal sebagai ‘Simpang Air Mancur’ dikarenakan sebelum
tahun 1996 terdapat air mancur ditengah simpang tersebut. Simpang air mancur
tersebut merupakan pertemuan antar empat ruas jalan, yaitu : Jalan Jenderal
Ahmad Yani di sisi utara simpang (dari arah Jalan Malioboro); Jalan Trikora
(dari arah Alun-Alun Kraton) di selatan simpang; Jalan Panembahan Senopati di
sisi timur simpang dan Jalan Kyai Haji Ahmad Dahlan di sisi barat. Dari air
mancur inilah kemudian menjadi titik nol pada kawasan tersebut, dimaksudkan
sebagai pusat pengembangan dan penataan kota yang didalamnya terdapat warisan
cagar budaya dengan nilai sejarah yang tak ternilai.
Beberapa
bangunan yang menjadi bagian dalam kawasan cagar budaya pada Titik Nol
diantaranya Gedung Agung, Eks Senisono, dan Benteng Vredeburg terletak di ruas
Jalan A.Yani (dahulu Residentilaan), Gedung BNI 46, Gedung KONI dan Museum
Sonobudoyo terletak di Jalan Trikora (dahulu Kadastertr), Bank Indonesia dan
Kantor Pos terletak di Jalan Senopati (dahulu Kampements Straat), dan GBIB
Marga Mulya yang lebih dikenal sebagai Gereja Ngejaman terletak di Jalan Reksobayan
(dahulunya Kantoorlan) dan Gedung Societet Militer terletak di ruas Jalan
Sriwedani (dahulu Lodji Ketjil Koelon).
Salah satu
bangunan yang bersejarah dan menandai awal mula Bank di Indonesia. Inilah Gedung
Bank BNI 46, sebagai saksi bisu sejarah perbankan di Indonesia.
Gedung
Bank BNI 46, dibangun pada tahun 1923 dan dirancang oleh arsitek Jawa yaitu R.
Sindutomo. Fungsi awal pembangunan pada zaman Belanda yakni sebagai kantor asuransi
Nill Mastchappij. Kemudian saat Perang Dunia II pada masa kependudukan Jepang, gedung ini dialihfungsikan sebagai kantor
Radio Jepang Hoso Kyoku dan markas bagi pasukan Jepang. Sejarah yang panjang
dilalui gedung ini.
Kemudian
pada masa Revolusi gedung ini untuk sementara waktu berfungsi sebagai kantor
Radio Republik Indonesia. Sempat dimanfaatkan juga sebagai studio siaran Radio
Mataram yang dikenal dengan nama MAVRO.Gedung BNI 1.
Kemudian
setahun setelah Indonesia merdeka gedung ini menjadi bank yang dibidani oleh Margono
Djojohadikusumo pada 5 Juli 1946. Namun pemerintah baru meresmikan sebagai Gedung
Bank BNI 46 pada 17 Agustus 1946. Bank Negara Indonesia (BNI) merupakan bank
tertua di Indonesia yang diresmikan di Yogyakarta oleh Moh. Hatta.
Gedung
BNI 46 ini berlokasi di jalan Trikora No.1 Yogyakarta, Ngupasan, Gondomanan,
Kota Yogyakarta. Berseberangan dengan Kantor Pos Indonesia .
Kantor Pos Indonesia
Kini Gedung
BNI 1946 status kepemilikan ada pada Pemerintah yang dikelola oleh BNI 1946. BNI
dibangun sebagai bagian dari upaya mendukung kelancaran pemerintahan di bidang
keuangan dan perekonomian masyarakat.
Secara keseluruhan
Gedung BNI 46 memiliki langgam arsitektur Indis karena dibangun saat masa
penjajahan Belanda. Arsitektur indis sendiri merupakan asimilasi antara
arsitektur bergara Eropa yang kemudian beradaptasi pada lingkungan sekitar
yakni di Indonesia. Ciri utama yang dapat terlihat yakni dari ornamen pada
bagian dinding serta pilar dan roster yang berfungsi sebagai pencahayaan
sekaligus sirkulasi udara yang masuk. Kemudian terlihat juga dari atap limasan
yang disesuaikan dengan iklim yang ada di Indonesia. Hal ini membuat Gedung
Bank BNI 46 serta bangunan lainnya cocok diterapkan di Indonesia dan banggunan
banggunan ini dapat menyesuaikan terhadap lingkungan sekitarnya yang merupakan
pusat kota dan cagar budaya.
Letaknya
yang berada di pusat kota dan kawasan cagar budaya membuat pemerintah mengatur
regulasi tentang bangunan bergaya Indis dalam pada pasal 63 bagian kedua tentang
Arsitektur Bernuansa Daerah. Disebutkan pula kritesia dari bangunan kawasan
cagar budaya mulai dari langgam arsitektur, material, corak, fasad, struktur,
hingga teknik pengerjaannya. Pememrintah juga mengatur regulari terhadap
pengelolaan, perawatan, pemugaran, penyelamatan hingga pelestarian pada Peraturan
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Warisan Budaya Serta
Cagar Budaya.
Sumber
:
guddd
BalasHapus