MANUSIA
DAN HARAPAN
A.
HARAPAN
a.
Pengertian
Harapan berasal dari kata harap yang berarti keinginan
supaya sesuatu terjadi, sehingga harapan dapat diartikan sesuatu yang
diinginkan dapat terjadi. Yang dapat disimpulkan harapan itu menyangkut
permasalahan masa depan.
Persamaan Harapan dan Cita-Cita
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada
diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan yang maha esa. Agar harapan
terwujud, maka perlu usaha dengan sungguh-sungguh. Bila dibandingkan dengan
cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan
cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintar.
Antara harapan dan cita-cita terdapat persamaan yaitu :
keduanya menyangkut masa depan karena belum terwujud, pada umumnya dengan
cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat.
b.
Penyebab manusia memiliki harapan
Penyebab manusia mempunyai harapan adalah dorongan kodrat
manusia sebagai makhluk sosial. Dorongan kodrat adalah sifat, keadaan atau
pembawaan alamiah sejak manusia di ciptakan. Dorongan itulah yang menyebabkan
manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup dan untuk memenuhinya manusia
harus bekerja sama dengan orang lain.
Tidak hanya orang yang masih hidup saja yang mempunyai
harapan, orang yang sudah meninggal pun mempunyai harapan, biasanya berupa
pesan-pesan kepada ahli waris nya. Tentang besar kecilnya harapan seseorang
dapat di tentukan oleh kepribadian orang itu sendiri. Untuk itu dengan memiliki
kepribadian yang kuat kita akan dapat mengontrol harapan se-efektif dan se-efisien
mungkin sehingga hasilnya tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain untuk
masa kini dan masa yang akan datang.
B.
DOA
a.
Pengertian
Menurut bahasa do'a berasal dari kata "da'a"
artinya memanggil. Sedangkan menurut istilah syara' do'a berarti "Memohon
sesuatu yang bermanfaat dan memohon terbebas atau tercegah dari sesuatu yang
memudharatkan.
1.
Ibadah, seperti firman Allah: “Dan
janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak memberi
madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat demikian make, kamu
termasuk orang-orang yang zhalim.” (Yunus: 106).
2.
Perkataan atau Keluhan. Seperti pada
firman Allah: “Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga kami jadikan
mereka sebagai tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi.” (al
Anbiya: 15).
3.
Panggilan atau seruan. Allah
berfirman: “Maka kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu
dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan,
apabila mereka itu berpaling ke belakang.” (ar- Rum: 52)
4.
Meminta pertolongan. Allah
berfirman: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang at Qur'an yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad) buatlah satu surat yang semisal Al Qur'an
itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar.” (al Baqarah: 23).
5.
Permohonan. Seperti firman Allah: “Dan
orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga penjaga jahannam: Mohonkanlah
kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari.” (al
Mukmin: 49).
C.
KEPERCAYAAN
Kepercayaan adalah kemauan seseorang
untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan padanya.
Kepercayaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan
konteks sosialnya. Ketika seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih
memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang- orang yang lebih dapat ia percaya
dari pada yang kurang dipercayai (Moorman, 1993).
Menurut Rousseau et al (1998),
kepercayaan adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima
apa adanya berdasarkan harapan terhadap perilaku yang baik dari orang lain.
Kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai kesediaan satu pihak untuk menerima
resiko dari tindakan pihak lain berdasarkan harapan bahwa pihak lain akan
melakukan tindakan penting untuk pihak yang mempercayainya, terlepas dari
kemampuan untuk mengawasi dan mengendalikan tindakan pihak yang dipercaya
(Mayer et al, 1995).
Kepercayaan terjadi ketika seseorang
yakin dengan reliabilitas dan integritas dari orang yang dipercaya (Morgan
& Hunt, 1994).
a.
3 Teori Kebenaran
- TEORI KEBENARAN KORESPONDENSI
Teori kebenaran korespondensi adalah
teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika
berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek
yang dituju pernyataan tersebut.
Kebenaran atau suatu keadaan
dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu
pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu
fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan
dengan teori-teori empiris pengetahuan.
Gejala-gejala alamiah, menurut kaum
empiris, adalah bersifat kongkret dan dapat dinyatakan lewat panca indera
manusia. Gejala itu bila ditelaah mempunyai beberapa karakteristik tertentu.
Logam bila dipanaskan akan memuai. Air akan mengalir ke tempat yang rendah.
Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
antara indera yang satu dengan yang lain dan berbedanya objek yang dapat
ditangkap indera. Perbedaan sensivitas tiap indera dan organ-organ tertentu
menyebabkan kelemahan ilmu empiris.
Ilmu pengetahuan empiris hanyalah
merupakan salah satu upaya manusia dalam menemukan kebenaran yang hakiki dengan
segala kelebihan dan kekurangannya. Penyusunan pengetahuan secara empiris
cenderung menjadi suatu kumpulan fakta yang belum tentu bersifat konsisten, dan
mungkin saja bersifat kontradiktif. Adanya kecenderungan untuk mengistimewakan
ilmu eksakta sebagai ilmu empiris untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi manusia tidak selalu tepat. Pengistimewaan pengetahuan empiris secara
kultural membuat manusia modern seperti pabrik. Semua cabang kebudayaan yang
terbentuk menjadi produksi yang bersifat massal.
Keberhasilan ilmu eksakta yang
berdasarkan empirisme dalam mengembangkan teknologi -ketika berhadapan dengan
”kegagalan ” ilmu-ilmu human dalam menjawab masalah manusia- membawa dampak
buruk terhadap kedudukan dan pengembangan ilmu-ilmu human. Analisis filsafat
tentang kenyataan ini harus ditempatkan secara proporsional, karena merupakan
suatu usaha ilmiah untuk membantu manusia mengungkap misteri kehidupannya
secara utuh.
- TEORI KEBENARAN KOHERENSI ATAU KONSISTENSI
Teori kebenaran koherensi adalah
teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu
pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari
pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini
mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah percepatan
terdiri dari konsep-konsep yang saling berhubungan dari massa, gaya dan
kecepatan dalam fisika.
Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh
hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara
pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah
benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita
terima dan kita ketahui kebenarannya.
Salah satu dasar teori ini adalah
hubungan logis dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya. Proposisi atau
pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan atau
menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk
mengemukakan apa yang hendak dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau
pendapat tentang hubungan antara dua hal dan merupakan gabungan antara faktor
kuantitas dan kualitas. Contohnya tentang hakikat manusia, baru dikatakan utuh
jika dilihat hubungan antara kepribadian, sifat, karakter, pemahaman dan
pengaruh lingkungan. Psikologi strukturalisme berusaha mencari strukturasi
sifat-sifat manusia dan hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam kepribadiannya.
Pengetahuan rasional yang
berdasarkan logika tidak hanya terbatas pada kepekaan indera tertentu dan tidak
hanya tertuju pada objek-objek tertentu. Gagasan rasionalistis dan positivistis
cenderung untuk menyisihkan seluruh pemahaman yang didapat secara refleksi.
Pemikiran rasional cenderung bersifat solifistik dan subyektif. Adanya
keterkaitan antara materi dengan non materi, dunia fisik dan non fisik ditolak
secara logika. Apabila kerangka ini digunakan secara luas dan tak terbatas,
maka manusia akan kehilangan cita rasa batiniahnya yang berfungsi pokok untuk
menumbuhkan apa yang didambakan seluruh umat manusia yaitu kebahagiaan.
- TEORI KEBENARAN PRAGMATIS
Teori kebenaran pragmatis adalah
teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada
konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori
tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia
untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis.
Menurut teori ini proposisi
dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan. Apa yang
diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah
adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran
adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau
pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak
mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak.
Francis Bacon pernah menyatakan
bahwa ilmu pengetahuan harus mencari keuntungan-keuntungan untuk memperkuat
kemampuan manusia di bumi. Ilmu pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak
dalam kekuasaan manusia. Dengan kata lain ilmu pengetahuan manusia adalah
kekuasaan manusia. Hal ini membawa jiwa bersifat eksploitatif terhadap alam
karena tujuan ilmu adalah mencari manfaat sebesar mungkin bagi manusia.
Manusia dengan segala segi dan
kerumitan hidupnya merupakan titik temu berbagai disiplin ilmu. Hidup manusia
seutuhnya merupakan objek paling kaya dan paling padat. Ilmu pengetahuan
seyogyanya bisa melayani keperluan dan keselamatan manusia.
Pertanyaan-pertanyaan manusia mengenai dirinya sendiri, tujuan-tujuannya dan
cara-cara pengembangannya ternyata belum dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan
yang materialis-pragmatis tanpa referensi kepada nilai-nilai moralitas.
Aksiologi ilmu pengetahuan modern
yang dibingkai semangat pragmatis-materialis ini telah menyebabkan berbagai
krisis lingkungan hidup, mulai dari efek rumah kaca akibat akumulasi berlebihan
CO2, pecahnya lapisan ozon akibat penggunaan freon berlebihan, penyakit
minimata akibat limbah methylmercury hingga bahaya nuklir akibat persaingan
kekuasaan antar negara. Ketiadaan nilai dalam ilmu pengetahuan modern yang
menjadikan sains untuk sains, bahkan sains adalah segalanya, telah
mengakibatkan krisis kemanusiaan. Krisis lingkungan dan kemanusiaan, mulai dari
genetic engineering hingga foules solitaire (kesepian dalam keramaian,
penderitaan dalam kemelimpahan). Manusia telah tercerabut dari aspek-aspek utuhnya,
cinta, kehangatan, kekerabatan, dan ketenangan. Kedua krisis global ini telah
menghantui sebagian besar lingkungan dan masyarakat modern yang
materialis-pragmatis.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar