Langsung ke konten utama

RUU tentang Hukum Pranata Pembangunan



RUU tentang Hukum Pranata Pembangunan


Hukum Pranata Pembangunan adalah peraturan resmi yang mengatur tentang interaksi antar individu dalam melakukan perubahan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup dalam lingkungan binaan. Interaksi yang terjadi menghasilkan hubungan kontrak antar individu yang terkait seperti pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya dalam rangka mewujudkan ruang atau bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim.

Hukum Pranata  Pembangunan memiliki 4 unsur, yaitu:
1. Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia. Karena manusia merupakan sumber daya paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.
2. SDA
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan yang mana sebagai sumber utama dalam pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.
3. Modal
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah. Apabila semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
4. Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan. Dengan teknologi dapat mempermudah, mempercepat proses pembangunan.

Pembangunan sebagai suatu sistem yang kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks. Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara pandang tersebut adalah pertumbuhan (GROWTH), perubahan strukutr (STRUCTURAL CHANGE), ketergantungan (DEPENDENCY), pendekatan sistem (SYSTEM APPROACH), dan penguasaan teknologi (TECHNOLOGY).
Arsitektur adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang keterkaitan antara manusia dengan lingkungan binaan-nya, dan ruang adalah wujud manifestasi dari manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada tiga aspek penting dalam arsitektur, yaitu : firmitas (kekuatan atau konstruksi), utilitas (kegunaan atau fungsi), dan venustas (keindahan atau estetika).
Didalam proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada cara (teknik) dan tahapan (metoda) untuk berproduksi dalam penciptaan ruang. Secara hirarki dapat disebutkan ‘ruang tidur’ ruang untuk istirahat sampai dengan ‘ruang kota’ ruang untuk melakukan aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara fungsi ruang memiliki peran yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang kerja, ruang baca, dan seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam, ada yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan penciptaan ruang yang mewujudkan rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam pembangunan menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia juga mengalami banyak masalah. Salah satu masalah adalah persoalan mekanisme/ikatan/pranata yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi lainnya. Masalah ke-pranata-an ini menjadi penting karena beberapa hal akan menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas estetika, dan turunnya kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan terjadi penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi berlebihan.
Pranata pembangunan sebagai suatu sistem adalah sekumpulan pelaku dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan pelaksana) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan. Ketidakmampuan administrasi ini diukur adanya penyimpangan tata cara dan rendahnya kualitas produk yang dihasilkan dengan penggunaan biaya yang diatas harga pasar.
Maka, timbulah pranata hukum yang merupakan suatu tatanan/pedoman perilaku kehidupan untuk mewujudkan ketertiban.

UNDANG – UNDANG NO. 24 TAHUN 1992 TENTANG TATA RUANG

UMUM
Ruang wilayah negara Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk lainnya hidup, dan melakukan kegiatannya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.

Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola, ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.

Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat tercapai jika didasarkan atas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa Keyakinan tersebut menjadi pedoman dalam penataan ruang.

Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut harus dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah ataupun kepuasan batiniah, akan tetapi juga keseimbangan antara keduanya. Oleh karena itu, ruang harus dimanfaatkan secara serasi, selaras, dan seimbang dalam pembangunan yang berkelanjutan.

Wilayah Negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah negara meliputi daratan, lautan, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk laut dan landas kontinen di sekitarnya, di mana Republik Indonesia memiliki hak berdaulat atau kewenangan hukum sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1982 tentang Hukum laut.

Laut sebagai salah satu sumber daya alam tidaklah mengenal batas wilayah. Akan tetapi, kalau ruang dikaitkan dengan pengaturannya, maka haruslah jelas batas, fungsi dan sistemnya dalam satu kesatuan.

Secara geografis letak dan kedudukan negara Indonesia sebagai negara kepulauan adalah sangat strategis, baik bagi kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem kondisi alamiahnya adalah sangat khas karena menempati posisi silang di khatulistiwa antara dua benua dan dua samudera dengan cuaca, musim, dan iklim tropisnya.

Dengan demikian, ruang wilayah negara Indonesia merupakan aset besar bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan secara terkoordinasi, terpadu, dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, serta kelestarian kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Dengan kata lain wawasan penataan ruang wilayah negara Indonesia adalah Wawasan Nusantara.

Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan.

Meskipun suatu ruang tidak dihuni manusia seperti ruang hampa udara, lapisan di bawah kerak bumi, kawah gunung berapi, tetapi ruang tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan dan kelangsungan hidup.

Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri tidak tak terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan.

Ruang wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam terdiri dari berbagai ruang wilayah sebagai suatu subsistem. Masing-masing subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Seluruh wilayah negara Indonesia terdiri dari wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, yang masing-masing merupakan subsistem ruang menurut batasan administrasi.

Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya buatan, dan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata secara baik dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta ketidak lestarian lingkungan hidup.

Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem yang berarti juga meningkatkan daya tampungnya.

Oleh karena pengelolaan subsistem yang satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Ini berarti perlu adanya suatu kebijaksanaan nasional penataan ruang yang memadukan berbagai kebijaksanaan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang.

Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang diperlukan peraturan perundang-undangan dalam satu kesatuan sistem yang harus memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang. Untuk itu, undang-undang tentang penataan ruang ini memiliki ciri sebagai berikut:
·         Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan pemanfaatan ruang pada masa depan sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat.
·         Menjamin keterbukaan rencana tata ruang bagi masyarakat sehingga dapat lebih mendorong peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang yang berkualitas dalam segala segi pembangunan.
·         Mencakup semua aspek di bidang penataan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut yang perlu dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri.
·         Mengandung sejumlah ketentuan proses dan prosedur perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut.

Selain itu, Undang-undang ini menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi pemanfaatan ruang yang telah berlaku yaitu peraturan perundang-undangan mengenai perairan, pertanahan, kehutanan, pertambangan, pembangunan daerah, perdesaan, perkotaan, transmigrasi, perindustrian, perikanan, jalan, Landas Kontinen Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perumahan dan permukiman, kepariwisataan, perhubungan, telekomunikasi, dan sebagainya dengan memperhatikan di antaranya:

·         Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942) jo. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur Ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3084);
·         Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419;
·         Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3475).

Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan yang menyangkut aspek pemanfaatan ruang dapat terangkum dalam satu sistem hukum penataan ruang Indonesia.


UNDANG – UNDANG NO. 4 TAHUN 1992 TENTANG PERMUKIMAN

Menimbang:
Bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia, seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

Bahwa dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;

Bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

Bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
  • Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan
  •  Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-undang yang baru;

Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaankeluarga;

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan;

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;

Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;

Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya;

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya;

Utilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;

Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;

Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang;

Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan persyaratan pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, dan rencana tata ruang lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan; 11.

Konsolidasi tanah permukiman adalah upaya penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan pemilikan tanah oleh masyarakat pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap bangun dan menyediakan kaveling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Pasal 2

Lingkup pengaturan Undang-undang ini meliputi penataan dan pengelolaan perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan, yang dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.

Lingkup pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya, sedangkan yang menyangkut penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru, perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3

Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dankekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.

Pasal 4

Penataan perumahan dan permukiman bertujuan Untuk:
  • memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatandan pemerataan kesejahteraan rakyat;
  • mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
  •  memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional; menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.

BAB IV
PERMUKIMAN
Pasal 18

(1) Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.

(2)  Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditujukan untuk:
  •  menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman;
  • mengintegrasikan secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau di sekitarnya.

(3)   Satuan-satuan lingkungan permukiman satu dengan yang lain saling dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain yang memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan kerja.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan.

Pasal 19

(1) Untuk mewujudkan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, pemerintah daerah menetapkan satu bagian atau lebih dari kawasan permukiman menurut rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah. bukan perkotaan yang telah memenuhi persyaratan sebagai kawasan siap bangun.

(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi penyediaan:
               rencana tata ruang yang rinci;
               data mengenai luas, batas, dan pemilikan tanah;
               jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan.

(3)   Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor mengenai prasarana, sarana lingkungan, dan utilitas umum sebagian diarahkan untuk mendukung terwujudnya kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(4)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

(1)   Pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah.

(2)   Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan lain yang dibentuk oleh Pemerintah yang ditugasi untuk itu.

(3)     Pembentukan badan lain serta penunjukan badan usaha milik negara dan/atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(4)   Dalam menyelenggarakan pengelolaan kawasan siap bangun, badan usaha milik negara atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat bekerja sama dengan badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan badan-badan usaha swasta di bidang pembangunan perumahan.

(5)   Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak menghilangkan wewenang dan tanggung jawab badan usaha milik negara atau badan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(6)    Persyaratan dan tatacara kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 21

(1)   Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, dilakukan oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang ditunjuk oleh Pemerintah.

(2)  Tata cara penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

(1) Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat pemilik tanah sehingga bersedia dan mampu melakukan konsolidasi tanah data rangka penyediaan kaveling tanah matang.

(2)   Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan pemilik tanah yang bersangkutan.

(3)   Pelepasan hak atas tanah di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri yang bukan hasil konsolidasi tanah oleh masyarakat pemilik tanah, hanya dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik hak atas tanah.

(4)  Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang belum berwujud kaveling tanah matang, hanya dapat dilakukan kepada Pemerintah melalui badan-badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).

(5)  Tata cara pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan siap bangun atau di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.

Pasal 24

Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan pada Pasal 7, badan usaha di bidang pembangunan perumahan wajib:
  • melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah, dan penataan
  • pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang;
  • membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah;
  • mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
  • membantu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah;
  • melakukan penghijauan lingkungan;
  • menyediakan tanah untuk sarana lingkungan;
  • membangun rumah.

Pasal 25

(1)   Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi tanah dengan memperhatikan ketentuan pada Pasal 7, dapat dilakukan secara bertahap yang meliputi kegiatan-kegiatan:
  • pematangan tanah;
  • penataan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah;
  • penyediaan prasarana lingkungan;
  • penghijauan lingkungan;
  • pengadaan tanah untuk sarana lingkungan.

(2)  Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud data ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 26

(1)  Badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah.

(2)   Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24, sesuai dengan kebutuhan setempat, badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.

(3)    Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan besar hasil upaya konsolidasi tanah milik masyarakat dapat diperjualbelikan belikan tanpa rumah.

Pasal 27

(1)   Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap perencanaan maupun dalam tahap pelaksanaan, serta, melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kualitas permukiman.

(2)    Peningkatan kualitas permukiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa kegiatan-kegiatan:
  •  perbaikan atau pemugaran;
  • peremajaan;
  • pengelolaan dan pemeliharaan yang berkelanjutan.

(3)  Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 28

(1)   Pemerintah daerah dapat menetapkan suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang tidak layak huni.

(2) Pemerintah daerah bersama-sama masyarakat mengupayakan langkah-langkah pelaksanaan program peremajaan lingkungan kumuh untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni.

Sekian.

Daftar Pustaka




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arsitektur Bioklimatik

Arsitektur Bioklimatik Definisi Arsitektur Bioklimatik Arsitektur bioklimatik adalah suatu konsep terpadu pada rancangan bangunan dimana sistim struktur, ruang dan konstruksi bangunan tersebut dapat menjamin adanya kondisinyaman bagi penghuninya. Penggunaan perangkat elektro-mekanik dan energi tak terbarukan adalah seminimal mungkin, sebaliknya memaksimalkan pemanfaatan energidari alam sekitar bangunan tersebut. Dengan demikian, maka pendekatan bioklimatik pada desain arsitektur pada hakekatnya bertitik tolak dari dua hal fundamental untuk menentukan strategi desain yang responsif terhadap lingkungan global yaitu kondisikenyamanan manusia dan penggunaan energi secara pasif. Arsitektur Bioklimatik juga dikatakan sebagai cabang dari arsitektur hijau (Green Architecture) yang diterapkan dalam kota dengan mengedepankan sistim alami bagi kebutuhan ventilasi dan pencahayaan bangunan. Perkembangan Arsitektur Bioklimatik Perkembangan Arsitektur Bioklimatik

ISTIMEWA! RUMAH TRADISIONAL SUKU BAJO

ISTIMEWA! RUMAH TRADISIONAL SUKU BAJO Indonesia, merupakan negara dengan ribuan pulau didalamnya. Memiliki sejuta pesona yang mampu menghipnotis mata wisatawan dari segala penjuru dunia. Mampu memukau dengan keindahan dari keberagaman yang terdapat di dalamnya. Untuk kritik arsitektur terhadap bangunan pesisir maka saya akan membahas mengenai rumah tradisional dari suku Bajo. Sebuah suku yang terdapat di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara.   Menetap di wilayah ini semenjak abad ke XVI. Mereka termasuk suku bangsa Proto Malayan yang datang ke wilayah Asia Tenggara ini sejak 2000 tahun Sebelum Masehi. Berasal dari daerah China Selatan, mereka sempat bermukim di daratan Indochina dan bermigrasi ke daerah Semenanjung Malaysia dan akhirnya menyebar ke seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk ke wilayah mereka sekarang ini di Sulawesi Tenggara. Selain di Sulawesi Tenggara, pemukiman orang Bajo juga banyak di daerah-daerah lain di Sulawesi. Suku Bajo disebut sebag

Kritik Arsitektur Terhadap Bangunan ‘Gedung Bank BNI 46’ Titik Nol Yogyakarta

Kritik Arsitektur Terhadap Bangunan ‘Gedung Bank BNI 46’ Titik Nol Yogyakarta Kawasan Titik Nol berada di pusat Kota Yogyakarta. Sebuah kawasan yang menjadi salah satu tempat wajib bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta.   Perannya sebagai pusat heritage di Kota Yogyakarta menjadikan kawasan Titik Nol sebagai cagar budaya dengan arsitektur Indis didalamnya. Bentuk bangunan yang tetap dipertahankan menciptakan kesan yang kental pada zamannya hingga kini walaupun, dewasa kini beberapa bangunan beralih fungsi menyesuaikan perkembangan zaman.  Pada awalnya kawasan titik nol dikenal sebagai ‘Simpang Air Mancur’ dikarenakan sebelum tahun 1996 terdapat air mancur ditengah simpang tersebut. Simpang air mancur tersebut merupakan pertemuan antar empat ruas jalan, yaitu : Jalan Jenderal Ahmad Yani di sisi utara simpang (dari arah Jalan Malioboro); Jalan Trikora (dari arah Alun-Alun Kraton) di selatan simpang; Jalan Panembahan Senopati di sisi timur simpang dan Ja